Jumat, 01 Juli 2011

proposal skripsiku DAYA KREASI GURU DALAM MENGAJAR MATA PELAJARAN SEJARAH KONTROVERSI PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA PADA SMA-SMK DI MAJENANG KABUPATEN CILACAP TAHUN 2010/2011


DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
 

RANCANGAN SKRIPSI
Diajukan oleh :
NAMA       : FAJAR PURWO KINASIH
NIM            : 3101407068
JURUSAN : SEJARAH
PRODI       : PENDIDIKAN SEJARAH S1

A.               DAYA KREASI GURU DALAM MENGAJAR MATA PELAJARAN SEJARAH KONTROVERSI PASCA KEMERDEKAAN INDONESIA PADA SMA-SMK DI MAJENANG KABUPATEN CILACAP TAHUN 2010/2011
B.               LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk belajar menjadi manusia yang lebih baik yang dapat ditempuh melalui jalur formal maupun non formal yang akan berakibat pada perubahan tingkah laku manusia. Usaha-usaha yang ditempuh dalam pendidikan ini biasanya bertujuan untuk meraih cita-cita serta meningkatkan kualitas hidup di masa depan, sebab pendidikan dirasa sebagai salah satu syarat untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik (Depdiknas, 2003:1).
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Disamping itu, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani maupun rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdiknas, 2003:1).
Dalam pendidikan di sekolah terdapat proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa dimana terjadi interaksi pendidik kepada peserta didik. Dalam proses belajar mengajar diharapkan tidak terjadi adanya komunikasi satu arah saja, namun antara siswa dan guru sebaiknya melaksanakan komunikasi dua arah sehingga ada keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dalam hal ini dibutuhkan juga kreativitas dari guru sendiri untuk membuat siswanya menjadi aktif dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Pengajaran sejarah berfungsi untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan bangga terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Dalam proses belajar mengajar, khususnya mata pelajaran sejarah seorang guru harus dapat menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa sejarah di masa lalu. Sebab menurut Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Dengan demikian sejarah sangat berhubungan erat dengan peristiwa dan kehidupan umat manusia di masa lalu. Peristiwa-peristiwa masa lalu inilah yang dapat menumbuhkan rasa kebangsaan dan banggga terhadap tanah air (Kuntowijoyo, 1995:18).
Menurut sejarawan Perancis, Paul Veyne pada bukunya Comment on ecrit I’histoire (1971) dalam Asvi Warman Adam (2009:147), seperti roman, sejarah bisa mengemas satu abad dalam dua halaman, bisa pula dalam ribuan halaman. Sejarah itu subyektif, ia adalah proyeksi dari nilai-nilai yang kita anut dan jawaban dari pertanyaan yang kita ajukan. Bila tukang jahit bisa mengukur baju, sejarawan tidak bisa mengukur peristiwa. Peristiwa tidak punya ukuran mutlak. Peristiwa adalah potongan realitas yang kita tangkap dari substansi (manusia, benda) yang berinteraksi. Bila melihat kubus, kita tidak dapat melihat semua sisinya sekaligus, tetapi kita dapat melipatgandakan sudut pandang ini dengan memutarnya. Peristiwa itu bukan totalitas, tapi simpul dari jaringan.
Sejarah adalah penceritaan mengenai peristiwa dan bukan peristiwa itu sendiri. Peristiwa itu sendiri tidak dapat diraih sejarawan secara langsung dan utuh. Ia selalu tidak lengkap dan hanya dipermukaan, dilacak melalui jejak. Diperlukan dokumen dan kesaksian para pelaku. Meski kita menyaksikan peristiwa dengan mata kepala sendiri, kejadian itu tidak terliput secara keseluruhan. Itu sebabnya terdapat berbagai versi dalam sejarah (Adam, 2009:147).
Sebagian besar dari materi pelajaran yang diajarkan, tidak semuanya sudah sesuai dengan fakta-fakta yang ada. Sebab ada beberapa kejadian sejarah yang belum sepenuhnya terungkap sesuai dengan fakta yang sesungguhnya terjadi. Kekontroversialan sejarah biasanya muncul akibat perbedaan pandangan tentang suatu peristiwa dikalangan sejarawan atau masyarakat yang dilandasi perbedaan perolehan sumber sampai dengan masalah interpretasi yang berbeda.
Pada materi pelajaran sejarah di SMA terutama pada materi pembelajaran sejarah pasca kemerdekaan Indonesia, banyak sekali hal-hal yang masih kontroversi. Sebab pada masa itu fakta-fakta sejarah yang ada cenderung disamarkan, ditutup-tutupi bahkan dihilangkan oleh pihak-pihak terkait yang merasa akan dirugikan jika fakta tersebut terungkap. Salah satu ciri suatu materi dikatakan kontroversi adalah adalah munculnya banyak versi dalam pembahasan materi tersebut. Hal ini membuat guru sejarah dalam menyampaikan materi sejarah mengalami kendala-kendala.
Pasca kemerdekaan Indonesia banyak peristiwa-peristiwa yang sampai saat ini belum terungkap kebenarannya. Bahkan bukti-bukti yang mendukung kebenaran dari peristiwa yang terjadi juga sulit bahkan tidak dapat ditemukan lagi. Peristiwa-peristiwa kontroversi tersebut sampai sekarang masih menimbulkan tanda tanya besar pada rakyat Indonesia khususnya para sejarawan. Dalam sejarah bangsa Indonesia sebenarnya sangat banyak peristiwa yang kontroversi dan belum terpecahkan.
Menurut Asvi Warman Adam, tipologi kontroversi sejarah Indonesia disebabkan oleh fakta (dan interpretasi) yang tidak tepat, tidak lengkap, dan tidak jelas (Adam, 2007: 1). Perbedaan pandangan yang ditandai dengan berkembangnya beberapa versi menjadikan peristiwa sejarah menjadi bersifat kontroversial. Kemunculan kontroversi sejarah pada akhirnya akan menimbulkan beberapa kemungkinan dalam masyarakat. Kemungkinan tersebut berupa adanya kecenderungan perubahan pola pikir dari masyarakat itu menjadi lebih dewasa. Namun demikian disisi lainnya, dengan adanya kontroversi sejarah ini sebagian masyarakat justru mengalami kebingungan. Hal ini dikarenakan selama ini masyarakat hanya diperkenalkan dengan satu realitas tunggal dan belum terbiasa dengan pemikiran alternatif (Ahmad, 2008).
Sifat sejarah yang kontroversial ini memberikan pengaruh dalam pembelajaran sejarah di dalam kelas. Adanya pembelajaran sejarah kontroversial sebenarnya merupakan suatu keniscayaan. Hal ini karena materi yang menjadi bahan dalam pembelajaran adalah materi yang diangkat dari peristiwa sejarah yang bersifat kontroversial (Ahmad, 2008 : 1).
Guru yang dalam hal ini adalah sebagai sumber yang memberikan materi-materi sejarah di kelas khususnya sejarah kontroversi seharusnya memiliki pola pikir yang dewasa dan sudah terbiasa dengan adanya pemikiran alternatif sehingga guru dapat membuat siswa tidak mengalami kebingungan dalam menerima materi sejarah yang kontroversi.
Dalam mengajar sejarah yang kontroversi ini diperlukan kreasi dalam mengajar dari guru agar siswa dalam menangkap materi yang diajarkan dengan baik. Kreasi  guru bukan hanya menyangkut metode yang digunakan dalam pembelajaran, namun kreasi yang dimaksud  bersifat menyeluruh, baik metode pembelajaran, media yang digunakan, strategi pembelajaran, serta buku penunjang yang digunakan sebagai referensi. Dalam hal ini keprofesionalan dan kekreativitasan guru sangatlah diperlukan.
Menurut Kuntowijoyo (1995:4), pendekatan yang digunakan seorang guru sejarah berbeda-beda pada setiap jenjang pendidikannya. Di bangku SD, sejarah dibicarakan dengan pendekatan estetis. Artinya, sejarah diberikan semata-mata untuk menawarkan rasa cinta kepada perjuangan pahlawan, tanah air dan bangsa. Di bangku SLTP, sejarah diberikan dengan pendekatan etis. Kepada siswa harus ditanamkan pengertian bahwa mereka hidup bersama orang, masyarakat dan kebudayaaan lain, baik yang dulu maupun sekarang. Di bangku SMA, pengajaran sejarah harus diberikan secara kritis karena mereka sudah bisa berpikir mengapa sesuatu terjadi, apa sebenarnya yang terjadi, dan arah kejadian-kejadian itu. Hal ini mengharuskan perlu adanya guru yang berwawasan kesejarahan yang luas agar dapat membentuk siswa yang berwawasan luas pula.
Guru-guru sejarah dalam melaksanakan pembelajaran sejarah sekarang ini khususnya materi sejarah yang kontroversi masih hanya mengacu pada kurikulum dan buku teks-buku teks seadanya. Guru sangat jarang yang berusaha mengembangkan materi ajar dengan mencari sumber informasi lain yang berhubungan dengan materi yang diajarkan, padahal untuk mengajar materi pelajaran sejarah yang kontroversi diperlukan pengembangan materi yang luas untuk menambah bahan pelajaran yang akan disampaikan pada siswa. Sebab dengan itu dapat menambah kekreativitasan guru dalam mengajar, agar siswa nantinya diharapkan tidak akan merasa kebingungan tentang materi-materi sejarah yang masih kontroversial. Kekreativitasan dalam hal ini bukan hanya dalam hal pengembangan materi dengan menambah sumber materi  maupun referensi lain yang berhubungan dengan materi yang dipelajari, tetapi juga mencakup media pembelajaran yang digunakan, metode dalam pembelajaran, serta strategi pembelajaran yang digunakan. Untuk itu penulis bermaksud melakukan penelitian tentang Daya Kreasi Guru Dalam Mengajar Mata Pelajaran Sejarah Kontroversi Pasca Kemerdekaan Indonesia Pada SMA-SMK di Majenang Kabupaten Cilacap Tahun 2010/2011”.

C.               RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengetahuan guru sejarah tentang materi pembelajaran sejarah yang kontroversi pada SMA-SMK di Majenang Kabupaten Cilacap?
2.      Bagaimana daya kreasi guru dalam pengajaran sejarah yang kontroversi pada SMA-SMK di Majenang Kabupaten Cilacap?

D.               TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan judul, latar belakang serta rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Untuk mengetahui pengetahuan guru sejarah tentang materi pembelajaran sejarah yang kontroversi.
2.      Menjelaskan tentang daya kreasi guru dalam pengajaran sejarah yang kontroversi.

E.               MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.      Manfaat bagi siswa
a.       Membantu siswa untuk lebih memahami materi-materi sejarah yang kontroversi.
b.      Meningkatkan minat belajar siswa khususnya pada mata pelajaran sejarah.
2.      Manfaat bagi guru
a.       Memberi motivasi bagi guru agar dapat lebih mengkritisi materi-materi sejarah yang kontroversi.
b.      Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam ruang lingkup yang lebih luas untuk menunjang profesinya sebagai guru.
c.       Mendorong guru untuk lebih kreatif dalam mengembangkan materi ajar.
3.      Secara teoritis
a.       Untuk menambah pengetahuan peneliti tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang kontroversi.
b.      Untuk memberi sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan dan memberi konstribusi ilmiah terhadap ilmu pendidikan khususnya sejarah.
F.               KAJIAN PUSTAKA
A.    Daya Kreasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia daya berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak, sedangkan kreasi berarti hasil daya cipta, hasil buah pikiran atau kecerdasan akal manusia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1993: 118, 465). Jadi daya kreasi adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang merupakan hasil buah pikiran manusia.
Kreasi merupakan kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan inovatif untuk menghasilkan ide-ide imajinatif menjadi kenyataan. Kreativitas melibatkan dua proses yaitu berfikir kemudian memproduksi.
Munandar dalam Hawadi (2001:4-5), menguraikan pengertian kreativitas menunjukan tiga kemampuan, yaitu:
1.    Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi dan unsur-unsur yang ada.
2.    Kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data/informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Makin banyaknya jawaban yang diberikan tidak menentukan seseorang itu kreatif. Kreativitas itu terlihat dari kualitas jawaban yang diberikan.
3.    Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berfikir serta kemmpuan untuk
(mengelaborasi/mengembangkan/memperkaya/memperinci) suatu gagasan. Kemampuan menilai suatu obyek/situasi serta mampu menilai seseorang dari sudut pandang yang berbeda-beda, maka individu tersebut telah mampu mengembangkan kreativitas kearah yang lebih luas.
Kreativitas menurut Rogers dalam Munandar (1992:24) adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme.
Mandaru juga menjelaskan bahwa kreativitas adalah unsur yang signifikan dalam pendidikan. Berawal dari kreativitas itulah akan tercipta kemajuan, sehingga hal yang berkenaan dengan proses pendidikan bisa terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan utama pendidikan itu sendiri. ( Mandaru, 2005:125)
Dalam proses pembelajaran, pengajaran yang kreatif adalah suatu usaha untuk melaksanakan pengajaran dengan menggunakan ide-ide baru yang dapat memperlancar kegiatan pembelajaran. Seorang guru harus kreatif dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik serta agar tercapai tujuan belajar yang diinginkan. Adapun ciri-ciri guru kreatif adalah sebagai berikut:
1.    Mempunyai ketrampilan interpersonal dan ketrampilan professional
2.    Memberikan siswa pekerjaan dan mempercayakan mereka dalam melakukannya
3.    Terbuka dan kolaboratif, tetapi akan tetap melakukan intervensi jika diperlukan
4.    Mudah ditemui dan diajak bicara
5.    Punya perspektif ke depan
6.    Guru yang baik juga seorang manusia yang baik (http://gurukreatif.wordpress.com)
Jadi dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, yang merupakan buah pikiran/ide kita sendiri yang diwujudkan menjadi kenyataan.
B.     Pengajaran Sejarah
Pengajaran yaitu proses, pembuatan, cara mengajar atau mengajarkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1993:13). Pembelajaran sejarah yang tertuang dalam mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal ini karena pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik (Lampiran Permendiknas No. 23 tahun 2006).
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan sejarah dalam kurikulum 2006 seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.    Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan
2.    Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan
3.    Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau
4.    Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang
5.    Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.
Menurut Kasmadi (1996:2-9), fungsi pengajaran sejarah tidak sekedar mengajar, tetapi bersifat multifungsi, yaitu:
1.    Pengajar sejarah sebagai pembimbing
Pengajar sejarah harus memahami bahan agar dapat menarik minat anak, sehingga dalam pengajaran sejarah tidak hanya materi yang diajarkan tetapi juga penanaman makna sejarah, baik secara fisik maupun psikologis.
2.    Pengajar sejarah sebagai guru
Pengajar sebagai guru fungsinya yakni menjadikan mereka mampu memahami bahan dengan baik sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka miliki. Pengajar bertindak sebagai pemberi penjelasan, sehingga harus mampu menjelaskan dengan baik dan masuk akal.
3.    Pengajar sejarah sebagai jembatan antar generasi
Pengajar sejarah harus mampu mengalihkan pikiran/peristiwa sejarah dari masa lampau kepada anak didik, sehingga anak didik dapat mempelajari kegunaannya bagi kelangsungan hidup manusia.
4.    Pengajar sejarah sebagai pencari
Pengajar sejarah mampu mencari bahan yang selalu berkembang dan dibutuhkan seiring dengan perkembangan sejarah dengan ditemukannya bukti-bukti baru.
5.    Pengajar sejarah sebagai konselor
Sebagian besar para pengajar juga berperan sebagai konselor, begitu juga dengan pengajar sejarah. Kehangatan pengajaran akan berjalan jika pengajar selalu menganggap anak didiknya adalah teman, sahabat, atau anak. Peranan konselor bagi pengajar sejarah dapat terjalin siswa sedang mengadakan studi lapangan, diskusi/seminar.
6.    Pengajar sejarah sebagai stimulant kreatif
Pengajar sejarah dituntut kreatif dalam mengembangkan proses belajar mengajar. Kreativitas pengajar sejarah ini dikuatkan dengan dimilikinya kemampuan dan kecakapan mengembangkan konsep-konsep sejarah.
7.    Pengajar sejarah sebagai otoritas
Otoritas dalam hal ini diartikan sebagai orang yang lebih dahulu tahu, sehingga pengajar harus mampu mengupayakan dirinya untuk tahu apakah yang belum dipahami. Pengajar harus lebih paham daripada anak didiknya.
Dalam pengajaran sejarah pada sekolah menengah atas, menurut H B Adams dalam Kasmadi mengatakan bahwa “it is perhaps of as much importance to teach a young person how to study history as to teach him history itself” (mungkin sangat penting untuk mengajari anak muda tentang bagaimana cara belajar sejarah seperti dia belajar sejarah itu sendiri).
Little (1971:87) dalam Kasmadi juga mengatakan bahwa: “the teacher’s... first concern will be to lead the ripening minds of the pupils towards a stronger and kneer critical sence, making them more accustomed to scrutinies, more emphatic in their objectivity, and capable of forming independent views on the problems of present as of the past” (para guru.... perhatian pertama dalam mematangkan pemikiran para murid terhadap daya kritis yang lebih kuat, yang membuat mereka terbiasa pada penelitian yang cermat, lebih empati pada obyektivitas, dan mampu membentuk pandangan bebas terhadap permasalahan masa kini seperti yang ada di masa lalu). Kasmadi menambahkan yang lebih penting adalah bukan sekedar memberikan bukti tetapi harus mampu mendidik diri mereka ke dalam kemampuan membangun suatu argument yang koheren. Kemampuan tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1.    Kemampuan memperoleh informasi
2.    Kemampuan menilai informasi
3.    Kemampuan menggunakan (khusus ekspresi) pengetahuan.
C.     Sejarah yang Kontroversi Pasca Kemerdekaan Indonesia
Kontroversi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perdebatan, persengketaan, pertentangan (1993:459). Jadi sejarah yang kontroversi pasca kemerdekaan Indonesia adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pasca kemerdekaan Indonesia yang masih menjadi perdebatan dikalangan para sejarawan maupun masyarakat.
Sejarah yang bersifat kontroversial dapat diartikan sebagai sejarah yang dalam penulisannya terdapat beberapa pendapat yang berbeda, yang pada akhirnya memunculkan beberapa versi. Dikatakan kontroversial karena antara pendapat satu dengan pendapat lainnya masing-masing memiliki landasan yang menurut penulisnya adalah kuat (Ahmad, 2008:10).
Kategorisasi sejarah kontroversial seperti yang diungkapkan oleh S. K. Kochhar (2008:453) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Sejarah menjelaskan bahwa ada dua jenis isu kontroversial dalam sejarah, yakni (1) kontroversial mengenai fakta-fakta dan (2) kontroversial mengenai signifikansi, relevansi, dan interpretasi sekumpulan fakta. Isu kontroversial jenis pertama, yakni kontroversi mengenai fakta-fakta terjadi karena kurangnya data atau tidak masuk akalnya suatu penemuan. Di dalam isu kontroversial jenis ini pertanyaan berkaitan dengan “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “di mana”.
Jenis isu kontroversial kedua menurut S. K. Kochhar adalah kontroversi yang disebabkan oleh interpretasi. Hal ini karena pendekatan yang dilakukan oleh sejarawan tidak ilmiah, bias, dan dipengaruhi prasangka. Kontroversi yang disebabkan oleh interpretasi berada pada pertanyaan tentang “mengapa” dan “bagaimana” peristiwa tersebut terjadi. Terkadang peristiwa atau fenomena dipelajari secara tertutup, sehingga interpretasi sejarawan terhadap suatu peristiwa bisa salah dan mengakibatkan kontroversi (Kochhar, 2008: 453-454).
Menurut Asvi Warman Adam (2007: 14) dalam bukunya pelurusan sejarah Indonesia masalah yang dianggap kontroversial adalah Gerakan 30 September, Supersemar, Serangan Umum 1 Maret 1949, Lahirnya pancasila, lahirnya Orde Baru, dan Integrasi Timor Timur.

G.               METODE PENELITIAN
A.       Metode yang digunakan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang daya kreasi guru dalam mengajar mata pelajaran sejarah yang kontroversi pada SMA-SMK di Majenang Kabupaten Cilacap tahun 2010/2011 ini adalah metode kualitatif. Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller ( 1986:9) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif (Moleong, 2007:2).
Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (2008:9).
Berdasarkan pendekatan inilah diharapkan bahwa daya kreasi guru dalam mengajar mata pelajaran sejarah yang kontroversi pada SMA-SMK di Majenang Kabupaten Cilacap tahun 2010/2011, dapat dideskripsikan secara lebih teliti dan mendalam. Adapun desain penelitian adalah studi kasus, berdasar pada pertimbangan bahwa tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus. Bentuk studi kasus dalam penelitian ini adalah Obsevasional Case Studies dengan melakukan observasi terhadap pembelajaran pada SMA-SMK di Majenang Cilacap. Obsevasional Case Studies memusatkan perhatian pada aspek tertentu atau berbagai aspek dari suatu organisasi dengan menggunakan teknik observasi partisipasi (Moleong, 2007).
B.       Lokasi dan Sasaran Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Cilacap, tepatnya empat SMA dan SMK di  Majenang Kabupaten Cilacap yaitu SMA Negeri 1 Majenang, SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang. SMA-SMK ini merupakan SMA-SMK terbaik di Kabupaten Cilacap. SMA Negeri 1 Majenang letaknya kira-kira 80 km dari pusat kota Cilacap, dan 1 km dari kota Kecamatan Majenang, SMA Purnama terletak bersebelahan dengan SMA N 1 Majenang. Sedangkan SMK N Karangpucung terletak kurang lebih 60 km dari pusat kota Cilacap dan 20 km dari Majenang, SMK Diponegoro Majenang terletak bersebelahan juga dengan SMA N 1 Majenang. SMA-SMK tersebut tiap tahunnya meluluskan lulusan yang berkompeten, maka keempat SMA-SMK Majenang ini menurut peneliti memenuhi syarat sebagai tempat untuk dilakukan penelitian.
C.       Langkah-langkah Penelitian
Dalam penelitian kualitatif salah satu ciri pokoknya adalah peneliti menjadi instrumen kunci. Menurut Lexy J. Moleong dalam penelitian kualitatif terdapat tiga tahapan antara lain; (1) tahap pra lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data.
1.    Tahap Pralapangan
                        Ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahap ini, ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Enam tahap tersebut antara lain; (1) menyusun rancangan penelitian, (2) memilih lapangan penelitian, (3) mengurus perijinan, (4) menjajaki dan menilai keadaan lapangan, (5) memilih dan memanfaatkan informan, dan (6) menyiapkan perlengkapan penelitian. Salah satu tahap tambahan dalam pralapangan adalah etika penelitian antara peneliti dengan responden. Misalnya jika nama tidak ingin disebut, pakailah nama samaran. Semua rahasia yang diungkap jangan dibongkar untuk orang lain. Kemudian dengan simpati dan empati.
2.    Tahap Pekerjaan Lapangan
                        Tahap pekerjaan lapangan meliputi tiga bagian, yaitu:
                     a.       Memahami latar penelitian dan persiapan diri,
Dalam memahami latar penelitian dan persiapan diri perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu perlu pembatasan latar dan peneliti, memperhatikan penampilan peneliti, perlu pengenalan hubungan peneliti di lapangan, dan berapa lama waktu penelitian direncanakan.
                     b.       Memasuki lapangan
Dalam tahap ini, ada satu hal yang penting dalam menentukan keberhasilan penelitian, yaitu keakraban hubungan, disebut dengan istilah “rapport” yang artinya hubungan antara peneliti dengan subyek yang telah dileburkan sehingga seolah-olah tidak ada jarak pemisah antara keduanya.
                     c.       Berperan serta sambil mengumpulkan data
Ini dilakukan untuk mengarahkan batas studi dengan memperhitungkan fokus penelitian, waktu yang terbatas dan biaya yang dimiliki.
3.    Tahap Analisis Data
                        Analisis gata kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
D.       Sumber Data dan Teknik Pemilihannya
Sumber data penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lainnya (Moleong, 2002:112). Dengan demikian, sumber data penelitian yang bersifat kualitatif ini adalah sebagai berikut:
1.    Sumber Data Primer
Sumber Data Primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan responden atau informan lapangan yang berkaitan. Dalam penelitian ini sumber data primer yakni guru sejarah, kepala sekolah serta siswa-siswi SMA Negeri 1 Majenang, SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang Kabupaten Cilacap.
2.    Sumber Data Sekunder
Sumber Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yaitu buku-buku, makalah-makalah penelitian, dokumen dan sumber lain yang relevan. Data sekunder yang telah peneliti gunakan berupa dokumen sekolah berkenaan dengan profil dari SMA Negeri 1 Majenang, SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang Kabupaten Cilacap.
E.        Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian data yang diperoleh dari  lapangan haruslah lengkap. Dengan kata lain peneliti berusaha melakukan pengamatan tentang proses belajar mengajar sejarah yang dilakukan oleh guru dan siswa yang berkompeten untuk menjawab semua pernyataan yang diajukan peneliti. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yaitu :
1.    Observasi langsung.
            Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi langsung di SMA Negeri 1 Majenang, SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang Kabupaten Cilacap dengan menekankan fokus dari observasi terlebih dahulu yaitu keadaan fisik di SMA Negeri 1 Majenang, SMA Purnama Mejenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang dengan menentukan sarana dan prasanana, media dan alat pembelajaran, strategi serta metode pembelajaran sejarah. Berkaitan dengan observasi ini, peneliti telah menetapkan aspek-aspek tingkah laku yang hendak diobservasi yang kemudian peneliti rinci dalam bentuk pedoman agar lebih memudahkan peneliti dalam pengisian observasi. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bagi peneliti untuk mencatat hal-hal yang belum dirumuskan dalam instrumen observasi.
2.    Wawancara
            Wawancara merupakan suatu cara menghimpun data-data atau keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab secara sepihak, bertatap muka dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Untuk menjaga kredibilitas hasil wawancara perlu adanya pencatatan data peneliti lakukan dengan menyiapkan tape- recorder yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara. Wawancara ini digunakan untuk mengungkapkan data tentang daya kreasi guru dalam mengajar mata pelajaran sejarah yang kontroversi pasca kemerdekaan Indonesia di SMA N 1 Majenang, SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang Kabupaten Cilacap.
            Wawancara atau interview ini bersifat open ended artinya bahwa wawancara dimana jawabannya tidak terbatas pada satu tanggapan saja, sehingga peneliti dapat bertanya kepada informan secara luas namun masih masih dalam lingkup yang telah ditentukan. Disamping itu, terkadang peneliti juga akan meminta informan untuk mengemukakan pengertiannya sendiri tentang suatu peristiwa yang kemudian dapat dipakai sebagai suatu batu loncatan untuk mendapat keterangan lebih lanjut. Wawancara dilakukan kepada informan yang benar-benar dapat memberikan keterangan-keterangan tentang persoalan dan dapat mambantu memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam wawancara ini, timbul masalah-masalah seperti ingatan responden yang tidak sempurna, analisis responden yang tidak cermat dan sebagainya. Sehingga dalam hal ini peneliti juga akan memadukan sumber bukti dari wawancara ini dengan informasi-informasi lainnya yang memadai.
            Wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara terstruktur yakni wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pernyataan-pernyataan yang akan diajukan (Moleong 2002:138). Dengan demikian, sebelum wawancara dengan informan tersebut dilakukan, peneliti telah menyiapkan instrumen wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan daya kreasi guru dalam mengajar mata pelajaran sejarah yang kontroversi pasca kemerdekaan Indonesia di SMA N 1 Majenang SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang Kabupaten Cilacap. Kredibilitas hasil wawancara, untuk menjaganya perlu adanya pencatatan data yang peneliti lakukan dengan menyiapkan tape-recorder yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara. Mengingat bahwa tidak setiap informan suka dengan adanya alat tersebut karena merasa tidak bebas ketika diwawancarai, maka peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada informan dengan menggunakan tersebut. Disamping menggunakan tape recorder, peneliti juga membuat catatan-catatan yang berguna untuk membantu peneliti dalam merencanakan pertanyaan berikutnya dan juga meminta peneliti untuk mencari pokok-pokok penting dalam rekaman tersebut sehingga mempermudah analisa. Meskipun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber sekunder, jelas hal ini tidak bisa diabaikan oleh peneliti. Dengan demikian peneliti tetap menggunakan data tambahan yang berasal dari sumber tertulis melalui dokumen resmi, makalah-makalah penelitian dan buku-buku yang relevan dengan penelitian ini. Studi dokumen resmi yang dilakukan adalah mengumpulkan data melalui pencatatan atau data-data tertulis mengenai keadaan SMA yang diteliti yakni SMA Negeri 1 Majenang SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang Kabupaten Cilacap.
            Data tambahan lainnya adalah diperoleh dari foto, baik itu foto tentang orang dan latar penelitian. Dengan foto ini diharapkan kredibilitas penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan karena telah sifat-sifatnya khas dari kasus yang diteliti dengan menggunakan foto.
F.        Teknik Pemerikasaan Keabsahan Data
Keabsahan data menurut Moleong adalah bahwa setiap keadaan baris memenuhi: 1) mendemonstrasikan nilai yang benar, 2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan 3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.
Keabsahan data tidak dapat dilepaskan dari penelitian kualitatif karena terkait dengan derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian dikatakan valid dan reliabel apabila dilaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan menggunakan teknik yang tepat. Peneliti menggunakan teknik triangulasi guna memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzim (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori (Moleong, 2002:178).
Keempat triangulasi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber adalah teknik pengujian dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh pada waktu alat yang beda. Pengujian data dengan teknik triangulasi sumber ini ditempuh melalui usaha-usaha sebagai berikut:
1.    Membandingkan data hasil pengamatan (observasi) dengan data hasil wawancara tentang daya kreasi guru dalam mengajar mata pelajaran sejarah yang kontroversi pasca kemerdekaan Indonesia di SMA N 1 Majenang SMA Purnama Majenang, SMK N Karangpucung, dan SMK Diponegoro Majenang Kabupaten Cilacap.
2.    Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.
Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329), terdapat dua strategi yaitu; (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
G.       Teknik analisis
Analisis yang dilakukan menggunakan model interaktif. Dalam penelitian kualitatif, analisis data terdiri dari tiga model interaktif yaitu 1) data Reduction (reduksi data), 2) data display (penyajian data), dan 3) verification (penarikan kesimpulan).
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penelitii untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan. (Sugiyono, 2008:247). Pada penelitian ini, peneliti melakukan proses klarifikasi terhadap kreasi guru dalam mengajar mata pelajaran sejarah yang kontroversi pasca kemerdekaan Indonesia pada SMA-SMK di Majenang. Klasifikasi ini dilakukan untuk memperrmudah pemahaman serta untuk memilih data-data yang digunakan dalam penelitian. Klasifikasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengelompokan data hasil wawancara dan pengamatan, serta dokumentasi.
Setelah mereduksi data, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bias dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. (Sugiyono, 2008:249). Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut. Pada penelitian ini data disajikan dalam bentuk deskriptif tentang bagaimana pengetahuan guru sejarah tentang sejarah yang kontroversi pasca kemerdekaan Indonesia, tentang kreasi guru dalam mengajar sejarah yang kontroversi pasca kemerdekaan.
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2008:252) adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
H.       Prosedur Kegiatan Penelitian
Untuk memberikan gambaran mengenai prosedur dan penelitian ini, berikut akan diuraikan setiap pentahapannya:
1.         Tahap orientasi
Tahap ini dilakukan sebelum merumuskan masalah secara umum. Dalam tahap ini peneliti belum menentukan fokus dari penelitian ini, peneliti hanya berbekal dari pemikiran tentang kemungkinan adanya masalah yang layak diungkapkan dalam penelitian ini. Perkiraan itu muncul dari hasil membaca berbagai sumber tertulis dan juga hasil konsultasi kepada yang berkompeten, dalam hal ini yakni dosen pembimbing skripsi I dan pembimbing skripsi II.
2.         Tahap eksplorasi
Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data, guna mempertajam masalah, dan untuk dianalisis dalam rangka memecahkan masalah atau merumuskan kesimpulan atau menyusun teori. Disamping itu, pada tahap ini pun  peneliti juga telah melakukan penafsiran data untuk mengetahui maknanya dalam konteks keseluruhan masalah sesuai dengan situasi alami, terutama menurut sudut pandang sumber datanya.
3.         Tahap pengecekan kebenaran hasil penelitian
Hasil penelitian yang sudah tersusun ataupun yang belum tersusun sebagai laporan dan bahkan penafsiran data, perlu dicek kebenarannya sehingga ketika didistribusikan tidak terdapat keragu-raguan. Pengecekan tersebut peneliti lakukan dengan menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode. (Skripsi Danang Dwi Arfianto: 2007)
H.               SISTEMATIKA SKRIPSI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penelitian
D.    Kegunaan Penelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.    Daya Kreasi
B.     Pengajaran Sejarah
C.     Sejarah kontroversi pasca kemerdekaan Indonesia
BAB III METODE PENELITIAN
A.    Metode yang digunakan
B.     Lokasi dan sasaran penelitian
C.     Langkah-langkah penelitian
D.    Sumber data dan teknik pemilihannya
E.     Teknik pengumpulan data
F.      Teknik pemeriksaan keabsahan data
G.    Teknik analisis
H.    Prosedur kegiatan penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil dan pembahasan penelitian
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
I.               DAFTAR PUSTAKA
Adam, Asvi Warman. 2007. Pelurusan Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Ombak
----------------------, 2007. Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
----------------------, 2009. Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi pelaku dan peristiwa. Jakarta: Kompas
Ahmad, Tsabit Azinar. 2008. Pembelajaran Sejarah Kontroversial di Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus di SMA 1 Banjarnegara)
Badudu, J.S dan Sutan Muhammad Zein. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Sejarah. Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 6. 1989. Jakarta : PT. Cipta Adi Pustaka
Hawadi, Reni Akbar,dkk. 2003. Kreativitas. Jakarta: Grasindo
Kasmadi, Hartono. 1996. Model-model Pengajaran Sejarah. Semarang: IKIP Semarang Press.
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya
Kochhar, S K. 2008. Pembelajaran Sejarah. Jakarta: Gramedia
Lampiran Permendiknas No. 25 tahun 2006
Mandaru, M Z. 2005. Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlari. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Miles, Matthew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah: Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta. UI Press
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Kerjasama Departemen Pendidikan dan kebudayaaan dengan Rineka Cipta
Skripsi. Arfianto, Danang Dwi. 2007. Persepsi Siswa Terhadap Penokohan Mohammad Hatta Sebagai Pahlawan Nasional (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Pecangaan Kabupaten Jepara)
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: alfabeta
Website