Kamis, 03 Maret 2011

makalah sejarah politik


MAKALAH
KEKUASAAN KEN AROK DAN SOEHARTO
(“KERIS MPU GANDRING DAN KERIS SUPERSEMAR”)

Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Sejarah Politik Indonesia
Dosen pengampu : Drs. Ibnu Sodiq, M.Hum



Disusun oleh
Nama               : Fajar P. Kinasih
NIM                : 3101407068
Rombel            : 01
                                    Prodi               : Pendidikan Sejarah

JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kekuasaan adalah bentuk dari upaya seseorang untuk mendominasi, mengatur, mempengaruhi serta menguasai orang lain untuk menjadikan orang lain itu sesuai seperti tujuan serta keinginan dari orang yang berkuasa. Dalam kekuasaan yang menjadi obyek sekaligus subyeknya adalah manusia itu sendiri.
Menurut Anderson dalam buku Fachry Ali yang berjudul “Refleksi Paham ‘Kekuasaan Jawa’ dalam Indonesia Modern” ada empat hal yang menjadi dasar pemikiran kekuasaan dalam perspektif kebudayaan Jawa yaitu,
a.       Kekuasaan itu konkret
Bagi orang Jawa, kekuasaan itu nyata, kekuasaan merupakan suatu realitas yang benar-benar ada. Dalam pemikiran masyarakat Jawa, tidak ada garis tegas antara zat organis dan zat inorganik, karena segala sesuatunya ditopang oleh kekuasaan yang tidak terlihat.
b.      Kekuasaan itu homogen
Kekuasaan memiliki kesamaan jenis serta sumber, dimanapun kekuasaan itu muncul. Kekuasaan di tangan satu individu atau satu kelompok adalah identik dengan kekuasaan yang ada di tangan satu individu atau kelompok lain manapun.
c.       Jumlah kekuasaan di alam semesta itu tetap
Menurut orang Jawa, alam semesta tidak bertambah luas, namun tetap. Begitu juga dengan kekuasaan yang terdapat didalamnya, selalu tetap, walaupun pembagian kekuasaan dapat berubah. Akibatnya terpusatnya kekuasaan di satu pihak atau pada satu orang mengharuskan pengurangan jumlah kekuasaan di tempat lain dalam jumlah yang sebanding.

d.      Kekuasaan tidak mempersoalkan keabsahan
Menurut pemikiran orang Jawa, menuntut hak berkuasa berdasarkan sumber-sumber kekuasaan yang berbeda-beda tidak akan ada artinya. Bagi orang Jawa, hal semacam itu tidak relevan dipertanyakan, sebab, kekuasaan tidak absah dan bukan pula tidak absah, yang penting kekuasaan itu ada.
Ken Arok merupakan orang Jawa yang memiliki keinginan untuk merebut kekuasaan, meski dengan latar belakang kehidupan yang gelap. Dari sejak lahir ia telah dibuang oleh ibunya, Ken Endok. Ken Endok ini meninggalkan Ken Arok di pekuburan pada tengah malam sesaat setelah ia melahirkannya. Kemudian Ken Arok ditemukan oleh ki Lembong, seorang pencuri yang kemudian merawatnya hingga dewasa.
Ketika dewasa, karena ketangguhan dan keuletannya, ia diangkat menjadi punggawa raja. Dari situlah ia akhirnya bertemu Ken Dedes yang merupakan istri dari Tunggul Ametung, rajanya sendiri. Dan sejak itu muncullah keinginan untuk menguasai Tumampel dan mendapatkan Ken Dedes.
Teknik perebutan kekuasaan Ken Arok yang menggunakan kekerasan, yaitu dengan membunuh Tunggul Ametung berlaku juga pada pemerintahan Indonesia sekarang ini, meski tidak dengan cara membunuh. Dari awal sejarah Indonesia pada masa kerajaan, cara perebutan kekuasaan adalah dengan jalan kekerasan bahkan peperangan. Untuk mendapatkan kekuasaan ataupun menguasai suatu wilayah diperlukan kekerasan. Seperti contohnya Ken Arok untuk menguasai Tumampel, ia berusaha membunuh Tunggul Ametung. Kekerasan dan peperangan ini berlaku hingga masa Indonesia sekarang, bagaimana Soeharto berusaha menggulingkan Soekarno menggunakan “keris Supersemar”, meski kekerasan yang digunakan untuk merebut kekuasaan tidak diketahui banyak orang. Sampai-sampai hingga akhir hayatnya Soekarno enggan dijenguk oleh Soeharto.
Sejarah politik Jawa kemudian memang dipenuhi dengan intrik internal yang terus berlangsung. Sejarah Kekuasaan Jawa, kehancuran dan perpecahannya selalu berasal dari orang-orang terdekat dan masih berhubungan darah dan tidak jauh-jauh dari tembok istana. Begitu juga dengan perebutan kekuasaan yang berlaku di Indonesia sekarang ini, kehancuran dan perpecahannya berasal dari orang-orang terdekat di pemerintahan. Dimana kawanpun suatu saat akan menjadi lawan jika memang harus dilakukan.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah di jelaskan diatas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana cara Ken Arok merebut kekuasaan di Tumampel?
2.      Bagaimana kekuasaan Ken Arok dan cerminannya pada kekuasaan Soeharto?


PEMBAHASAN
A.    Cara Ken Arok Merebut Kekuasaan di Tumampel.
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah diatas bahwa teknik perebutan kekuasaan Ken Arok menggunakan jalan kekerasan, yaitu dengan membunuh Tunggul Ametung, meskipun caranya terselubung yaitu dengan mengkambing hitamkan Kebo Ijo.
Langkah pertama yang dilakukan Ken Arok adalah memesan keris pada Mpu Gandring. Namun pada hari yang dijanjikan keris itu selesai ternyata keris itu belum selesai pembuatannya. Karena marah akhirnya Ken Arok membunuh Mpu Gandring dengan Keris tersebut. Langkah licik dan cerdas selanjutnya dilakukan. Keris tersebut dia pamerkan kepada Kebo Ijo yang rekan kerjanya. Pancingan tersebut berhasil. Kebo Ijo meminjam keris tersebut, dan memamerkan ke seluruh kota bahwa itulah keris terakhir Empu Gandring yang luar biasa dan amat sakti. Saat itu diyakini benda pusaka cacat biasanya memiliki "isi" yang hebat. Demikian pula keris yang belum jadi itu. Terkenallah ke penjuru negeri tentang keris Kebo Ijo tersebut.
Suatu malam, Ken Arok mengambil kerisnya dari Kebo Ijo yang terlelap dalam berjaga malam. Yang dilakukan Ken Arok adalah, menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung, dan membunuhnya. Dia melarikan diri, namun keris tersebut ditinggalkan begitu saja. Gemparlah esok paginya dengan adanya keris Kebo Ijo disana. Semua orang menganggap Kebo Ijo-lah pembunuh Tunggul Ametung.
Muncullah hari pengadilan Kebo Ijo bersamaan dengan pemakaman sang Raja. Dihadapan mayat raja, Kebo Ijo pun dibunuh dengan menggunakan kerisnya, lantas keris tersebut diserahkan pada Ken Arok sebagai inventaris kerajaan. Sedang untuk sementara tahta istana dipegang oleh Ken Dedes, hingga suatu ketika Ken Dedes setuju dinikahi Ken Arok, dan selanjutnya Ken Aroklah yang menjadi Raja.
Sistem perebutan kekuasaan atau kudeta yang dilakukan Ken Arok ini sangat rapi, licik, sekaligus cerdas, khususnya pada jaman itu. Kudeta Ken Arok yang dilancarkan terhadap pimpinan setingkat bupati di Tumapel, Tunggul Ametung,sudah tergolong canggih karena dilakukan dengan strategi matang. Di antaranya, termasuk bagaimana caranya menghilangkan jejak dan mencari kambing hitam. Sesuai yang ditulis dalam kitab Pararaton, Ken Arok mulai memasuki lingkaran kekuasaan tatkala mengabdi sebagai prajurit Tumapel.
B.     Kekuasaan Ken Arok dan Cerminannya Pada Kekuasaan Soeharto
Ada pendapat yang mengatakan bahwa sejarah selalu berulang. Tikaman keris ampuh buatan Mpu Gandring oleh Ken Arok kepada Tunggul Ametung yang kemudian menjadikannya raja juga terjadi pada masa Soeharto yang dengan “Tikaman politik-nya” kepada Soekarno dengan Supersemar  yang kemudian menjadikannya pimpinan tertinggi di Indonesia. Karma yang diterima Ken Arok karena telah merebut kekuasaan Tunggul Ametung yang mengakibatkan pada masa ia menjadi raja ia justru terbunuh oleh keris yang dulu digunakannya untuk melengserkan Tunggul Ametung dan akhirnya ia lengser, juga terjadi pada Soeharto. Soeharto juga akhirnya lengser, sama seperti yang dulu ia lakukan saat melengserkan Soekarno dari kursi kekuasaan.
Supersemar dan Keris Mpu Gandring, keduanya mewujudkan wahana politik untuk mencapai kepentingan kekuasaan. Kemiripannya adalah unsur keterpaksaan dan keteraniayaan Mpu Gandring untuk keris pesanan Ken Arok maupun Soekarno untuk Supersemar yang disinyalir merupakan pesanan Soeharto.
Soekarno dipaksa atau dapat dikatakan terpaksa memberikan surat perintah kepresidenan 11 Maret 1966 itu kepada Soeharto. Keterpaksaan yang mirip dengan apa yang diderita Mpu Gandring yang dengan terpaksa memberikan keris yang belum jadi itu kepada Ken Arok. Bila Ken Arok berhasil  merekayasa dan mengelabui rakyat Tumapel yang mengira Kebo Ijo pembunuh Tunggul Ametung, Soeharto didakwa oleh beberapa kalangan telah menyertakan unsur rekayasa pula dalam terbitnya Supersemar. Tipuan publik yang dilakukan oleh keduanya hampir serupa.
Yang tercatat dalam sejarah Tumapel dan Singasari di abad ke-13, selain Mpu Gandring berturut-turut tewas ditikam keris yang sama sesuai dengan kutukan Mpu Gandring yakni Tunggul Ametung, Kebo Ijo, Ken Arok sendiri yang naik tahta bergelar Sri Rajasa, Anusapati dan Rangga Tohjaya. Di sinilah cerminannya bisa dilihat, adakah Supersemar bakal menelan “tujuh korban” seperti tikaman dahsyat keris Mpu Gandring. Sejauh ini sudah ada empat presiden Indonesia yang lengser secara paksa, yakni Soeharto, BJ. Habibie, Abdul Rahman Wahid, dan Megawati.
Inilah yang menjadi kemiripan Supersemar dengan keris Mpu Gandring. Yakni, perekayasaan yang berujung pada lepasnya keris dari tangan Mpu Gandring dan raibnya Supersemar yang membuat kemisteriusannya semakin dalam hingga sekarang.
Sehingga bisa dikatakan bahwa masa Soeharto (orde baru) merupakan cerminan dari masa Ken Arok. Sebab dalam melakukan kudeta mereka memiliki kesamaan cara merebut kekuasaan dari tangan penguasa sebelumnya.


PENUTUP
A.    Kesimpulan
v  Taktik yang digunakan Ken Arok untuk menyingkirkan Tunggul Ametung sangatlah cerdik . Di antaranya, termasuk bagaimana caranya menghilangkan jejak dan mencari kambing hitam.. Caranya merebut kekuasaan menggunakan cara kekerasan yang masih berlaku juga pada pemerintahan Jawa/Indonesia sekarang ini.
v  Masa Soeharto (orde baru) merupakan cerminan dari masa Ken Arok. Sebab dalam melakukan kudeta mereka memiliki kesamaan cara merebut kekuasaan dari tangan penguasa sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA
Ali, Fachry. 1986. Refleksi Paham Kekuasaan Jawa dalam Indonesia Modern. Jakarta: Gramedia
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
Toer, Pramudya Ananta. 2009. Arok Dedes. Jakarta: Lentera Dipantara.
Wardaya, Baskara T. 2007. Membongkar Supersemar. Yogyakarta: Galang Press
Drs Slamet Sutrisno MSi.  Kedaulatan Rakyat, 12 Maret 2009.

Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar