Kamis, 03 Maret 2011

makalah sejarah revolusi: agresi militer belanda 1



AGRESI MILITER BELANDA I
Disusun sebagai tugas mata kuliah Sejarah Revolusi
Dosen pengampu : Romadi, S. Pd


Oleh :
Fajar P. Kinasih (3101407068)
Titin R. Amalia (3101407071)
Siswanto (3101406006)


JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
AGRESI MILITER BELANDA I
PENDAHULUAN
Pada bulan-bulan Oktober 1946 telah dilaksanakan perundingan-perundingan hingga disepakati suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatera. Pada bulan November 1946, di Linggajati (didekat Cirebon) dilaksanakan persetujuan yaitu “persetujuan Linggajati”, yang isinya adalah sebagai berikut:
1.      Pemerintah belanda mengakui kekuasaan de facto Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatera.
2.      Pemerintah Indonesia dan Belanda bersama-sama akan membentuk suatu negara demokrasi federal yang berdaulat, yaitu Republik Indonesia Serikat, terdiri dari tiga negara bagian, yaitu: Republik Indonesia (Jawa dan Sumatera), Negara Bagian Kalimantan, dan Negara Indonesia Timur (meliputi semua wilayah Indonesia lainnya, yaitu wilayah-wilayah yang dulu  termasuk dalam Negara Hindia Timur Belanda, terbentang dari Jawa Timur sampai dengan Kalimantan Timur, dan  Kalimantan Tenggara)
3.      Pemerintah Indonesia dan Belanda akan bekerjasama membentuk suatu Uni Indonesia-Belanda, terdiri dari Negeri Belanda (meliputi Negeri Belanda, Suriname, Curacao), dan Republik Indonesia Serikat. Uni itu akan diketuai oleh Ratu Belanda.
4.      Uni Indonesia-Belanda dan Republik Indonesia Serikat akan dibentuk sebelum tanggal 1 Januari 1949 dan Uni tersebut akan menentukan sendiri badan-badan perwakilannya untuk mengatur masalah-masalah kepentingan bersama di negara-negara anggota, terutama masalah luar negeri.
5.      Akhirnya persetujuan itu menjamin bahwa kedua belah pihak akan mengurangi kekuatan pasukannya masing-masing dari wilayah Indonesia, tetapi secepatnya dan konsisten dengan menjaga hukum dan ketertiban, serta menjamin kedaulatan Republik atas semua tuntutan bangsa-bangsa asing untuk memperoleh ganti rugi dan mengelola hak-hak serta milik mereka di dalam wilayah-wilayah Republik. (Kahin, George McTurnan 1995:247-248)
Namun persetujuan perdamaian ini hanya berlangsung singkat. Kedua belah pihak saling tidak mempercayai dan mengesahkan persetujuan itu sehingga menimpulkan pertikaian-pertikaian politik yang sengit mengenai konsesi-konsesi yang telah dibuat. Setelah selesai perundingan di Linggajati bulan November 1946, di samping terus memperkuat angkatan perangnya di seluruh Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera, untuk mengukuhkan kekuasaan mereka di wilayah Indonesia Timur, sebagai kelanjutan “Konferensi Malino” 15 – 25 Juli 1946, van Mook menyelenggarakan pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Kemudian Belanda menggelar “Konferensi Besar” di Denpasar tanggal 18 – 24 Desember 1946, dimana kemudian dibentuk negara Indonesia Timur.  Tindakan Van Mook membenarkan keragu-raguan pemerintah dan rakyat Indonesia tentang kesetiaan Belanda dalam melaksanakan persetujuan Linggajati. Perundingan Linggarjati bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih banyak dari negerinya.

PEMBAHASAN
Tanggal 15 Juli 1947 van Mook mengeluarkan ultimatum agar supaya RI menarik mundur pasukannya sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Namun pimpinan RI menolak permintaan tersebut. pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam pihak Belanda melaksanakan aksinya yang pertama. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggajati. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, serta wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pasukan-pasukan bergerak dari Jakartta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk banten)., dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan ujung Jawa Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan dalam di Jawa. Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi-instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang diamankan. Pasukan-pasukan republic bergerak mundur dalam kebingungan dan menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dibeberapa daerah terjadi aksi-aksi pembalasan detik terakhir: orang-orang Cina di Jawa Barat dan kaum bangsawan yang dipenjarakan di Sumatera Timur dibunuh. Beberapa orang Belanda termasuk Van Mook, ingin melanjutkan merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang tidak menyukai “aksi polisional” tersebut menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap republic. (Ricklefs, 1989:338-339)
Agresi ini mendorong Indonesia untuk mengadukannya pada dewan keamanan PBB, sebab agresi tersebut telah melanggar perjanjian Internasional yaitu perjanjian Linggajati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer.keterlibatan PBB justru menjebak belanda pada posisi diplomatic yyang sulit. India dan Australia sangat aktif mendukung Indonesia di dalam PBB, Uni Soviet juga memberikan dukungannya. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.
Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Pada bulan Januari 1948 tercapailah suatu persetujuan baru diatas kapal Amerika USS Renville di pelabuhan Jakarta. Pokok-pokok persetujuan sebagai berikut:
  1. Wilayah Indonesia dibatasi oleh garis demakrasi Van Mook
  2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai kedaulatannya diserahkan kepada RIS yang segera dibentuk
  3. RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda
  4. RI merupakan bagian dari RIS
  5. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
  6. Pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.

PENUTUP
·      Kesimpulan
  1. Agresi militer Belanda yang terjadi pada tanggal 21 Juli 1947, yang sasaran utamanya adalah di tiga tempat yaitu tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sasaran mereka adalah kawasan perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, serta wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
  2. Agresi tersebut mendapat perhatian dari Dewan Keamanan PBB serta beberapa negara yang juga mendukung Indonesia. Hingga akhirnya dibentuklah Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral.
  3. Penyelesaian agresi militer yang pertama ini yaitu dengan perjanjian Renville.

DAFTAR PUSTAKA
Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia. Sebelas Maret University Press dan Pustaka Sinar Harapan.
Ricklefs. 1989. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Website:

1 komentar: