Kamis, 03 Maret 2011

makalah sejarah sosial



MAKALAH
KONFLIK POSO (SULAWESI TENGAH) TAHUN 1998
Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Sejarah Sosial
Dosen Pengampu : Drs. Ibnu Sodiq, M.hum



Disusun oleh:
Nama               : Fajar P. Kinasih
NIM                : 3101407068
Rombel            : 01
Prodi               : Pendidikan Sejarah


JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Indonesia  merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, ras, suku, golongan serta beberapa agama yang diperbolehkan berkembang di Indonesia. Karena keberagamannya itu, di Indonesia sering muncul konflik, sebab konflik sering muncul pada masyarakat yang memiliki keberagaman. Masyarakat yang beragam ini biasanya memiliki kepentingan yang berbeda-beda pula setiap kelompok bahkan individunya, jika terjadi benturan kepentingan, itu akan menimbulkan konflik. Selain itu penyebab konflik lainnya antara lain, perbedaan kebudayaan, perubahan social, dan lain-lain.
Begitu pula dengan kondisi di Poso, yang merupakan salah satu kabupaten di propinsi Sulawesi Tengah, yang ketika tahun 1998 mulai terdapat konflik sosial yang sangat meresahkan masyarakat. Konflik ini oleh sebagian banyak orang disinyalir penyebabnya bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan), yaitu konflik suku dan agama Islam dengan agama Kristen. Berdasarkan beberapa sumber, konflik ini disebabkan oleh hal sepele. Konflik Poso berawal dari pertikaian dua pemuda yang berbeda agama kemudian berlarut sehingga berujung pada kerusuhan. Impliksasi – implikasi kepentingan politik nasional, lokal dan militer juga mewarnai konflik Poso ini, yang kemudian diduga menyulut terjadinya konflik horizontal sehingga sulit mencari penyelesaian yang lebih tepat. Bahkan, terkesan pihak keamananpun lamban menangani konflik tersebut. Sehigga konflik terjadi berlarut – larut yang memakan korban jiwa dan harta.
Secara umum konflik di Poso sudah berlangsung tiga kali. Konflik pertama yaitu pada tanggal 25-28 Desember 1998 sampai dengan pertemuan Malino 20-21 Desember 2001. Konflik kedua terjadi pasca Deklarasi Malino sampai dengan penyerangan terhadap empat desa Kristen di Morowali dan Poso. Konflik ketiga terjadi Oktober 2003 hingga sekarang.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa penyebab timbulnya konflik sosial di Poso?
2.      Apa dampak yang ditimbulkan karena kerusuhan tersebut?


PEMBAHASAN
A.    Penyebab Timbulnya Konflik Sosial di Poso
Konflik sosial yang terjadi di Poso adalah akibat dari keberagaman masyarakat Indonesia yang saling berbenturan kepentingan antara individu satu dengan individu lainnya yang seharusnya tidak perlu terjadi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa akar dari masalah yang bertumpu pada masalah budaya dalam  hal ini menyangkut soal suku dan agama. Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso pertama berawal dari :
a.       Pembacokan Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan.
b.      Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku-suku pendatang seperti Bugis, Jawa, dan Gorontalo, serta Kaili pada kerusuhan ke III.
c.       Pemaksaan agama Kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman kabupaten terutama di daerah Tentena dusun III, Salena, Sangira, Toinase, Boe, dan Meko yang memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan kristenisasi secara paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD Tentena.
d.      Penyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol – simbol perjuangan keagamaan Kristiani pada kerusuhan ke III.
e.       Pembakaran rumah-rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar rumah penduduk antara pihak Kristen dan Islam.
f.       Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak, pembakaran rumah penduduk asli Poso di Lombogia, Sayo, dan Kasintuvu.
g.      Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku Flores, Toraja dan Manado.
h.      Adanya pelatihan militer Kristen di desa Kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum meledak kerusuhan III.
Sesungguhnya budaya yang beragam pada masyarakat Poso mempunyai fungsi untuk mempertahankan kerukunan antara masyarakat asli Poso dan pendatang. Adanya Pembacokan Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai yang selama ini manjadi landasan hidup bersama. Pada satu sisi muslim terusik ketentramannya dalam menjalankan  ibadah di bulan ramadhan kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap pelaku pelanggaran nilai-nilai tersebut. Disisi lain bagi masyarakat Kristiani hal ini menimbulkann masalah baru mengingat aksi masa tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan pada perusakan hotel dan sarana maksiat serta operasi miras, yang di anggap telah menggangu kehidmatan masyrakat Kristiani merayakan natal, karena harapan mereka operasi – operasi tersebut di laksanakan setelah hari Natal.
Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di Poso adalah adanya perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh minuman keras. Tidak diterapkan hukum secara adil maka ada kelompok yang merasa tidak mendapat keadilan misalnya adanya keterpihakan, menginjak hak asasi manusia dan lain- lain.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa akar dari konflik sosial yang terjadi di Poso terletak pada masalah politik. Bermula dari suksesi Bupati, jabatan Sekretaris wilayah daerah Kabupaten dan terutama menyangkut soal keseimbangan jabatan-jabatan dalam pemerintahan.
Pendapat keempat mengatakan bahwa akar masalah dari kerusuhan Poso adalah justru terletak karena adanya kesenjangan sosial dan kesenjangan pendapatan antara panduduk asli Poso dan kaum pendatang seperti Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili. Kecemburuan sosial penduduk asli cukup beralasan dimana pendapatan mereka sebagai masyarakat asli malah tertinggal dari kaum pendatang.
Kesenjangan sosial ekonomi diawali dengan masuknya pendatang ke Poso yang berasal dari Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Para pendatang yang masuk ke Poso umumnya beragama Protestan dan Muslim. Pendatang umumnya lebih kuat, muda dan mempunyai daya juang untuk mampu bertahan di daerah baru. Kedatangan para pendatang ini juga menyebab-kan terjadinya peralihan lahan dari yang dahulunya atas kepemilikan penduduk asli, kemudian beralih kepemilikan-nya kepada para pendatang. Proses peralihan kepemilikan tersebut terjadi melalui program pemerintah dalam bentuk transmigrasi maupun penjualaan lahan-lahan pada para migran. Arus migrasi masuk ini semakin banyak ketika program transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat sekitar tahun 80-an. Dikembangkannya tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kakao (coklat) dan kelapa (kopra) oleh para pendatang tentunya telah menghasilkan peningkatan kesejahteraan para pemiliknya. Walau penduduk asli mengikuti pola tanam yang sama dengan pendatang, akan tetapi penguasaan pemasaran hasil-hasilnya dikuasai oleh para pendatang. Penduduk asli merasa dirugikan dengan keadaan tersebut karena beberapa alasan antara lain lahan pertaniannya sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang, hasil dan keuntungan yang diperoleh dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang.
            Ada pendapat lain juga yang menyatakan bahwa konflik Poso yang terjadi tahun 1998 dan 2001 lebih didorong oleh isu belaka, baik melalui penyebaran informasi lewat jalur yang sudah terbentuk (difusi) maupun penyebaran antar komunitas yang sebelumnya tidak memiliki ikatan sosial. Ikatan yang kemudian muncul antar komunitas ini membuat konflik Poso yang bermula dari pertengkaran dua pemuda mabuk menjadi konflik antar agama yang mendapat perhatian internasional.
B.     Dampak yang diakibatkan oleh kerusuhan Poso
Kerusuhan yang terjadi di Poso menimbulkan dampak sosial yang cukup besar jika di liat dari kerugian yang di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta benda, secara psikologis juga berdampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu, Dampak psikologis tidak akan hilang dalam waktu singkat. Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan Poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil. Satu kerusuhan yang dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap penduduk muslim kota Poso dan minoritas penduduk muslim di pedalaman kabupaten Poso yang tidak mengerti sama sekali dengan permasalahan yang muncul di kota Poso.
Dampak kerusuhan poso dapat di bedakan dalam beberapa segi :
1.      Bidang Budaya
Ø  Dilanggarnya ajaran agama dari kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai tujuan politiknya.
Ø  Runtuhnya nilai – nilai kebersamaan, kerukunan, dan kesatuan yang menjadi bingkai dalam hubungan sosial masyarakat Poso.
2.      Bidang Hukum
Ø  Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat Poso ke dalam dua kelompok yaitu kelompok merah dan kelompok putih.
Ø  Tidak dapat dipertahankan nilai-nilai kemanusiaan akibat terjadi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual.
Ø  Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hukum di masyarakat Kabupaten Poso.
Ø  Munculnya perasaan dendam dari korban-korban kerusuhan terhadap pelaku kerusuhan.
3.      Bidang Politik
Ø  Terhentinya roda pemerintahan.
Ø  Jatuhnya kewibawaan pemerintah daerah di mata  masyarakat.
Ø  Hilangnya sikap demokratis dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing – masing kelompok kepentingan.
Ø  Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya.
4.      Dibidang Ekonomi
Ø  Lepas dan hilangnya faktor dan sumber produksi ekonomi masyarakat, seperti sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan, rumah makan, hotel dan lain sebagainya.
Ø  Terhentinya roda perekonomian.
Ø  Rawan pangan.
Ø  Munculnya pengangguran dan kelangkaan kesempatan kerja


PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a.       Akar masalah konflik Poso adalah kesenjangan sosial dan ketidakadilan, terutama terjadinya marjinalisasi politik antara penduduk asli dan para pendatang.
b.      Banyak pihak yang berperan dalam konflik Poso, yang dengan sengaja menghembuskan isu etnis dan agama untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, sehingga masyarakat terprovokasi, bersikap anarkis, dan konflik ini menjadi berlarut-larut..
c.       Konflik ini menyebabkan dampak diberbagai bidang, yang tentunya sangat merugikan khususnya bagi para penduduk Poso sendiri, baik penduduk asli maupun para pendatang.


DAFTAR PUSTAKA
Aditjondro , George Junus. 2004. Kerusuhan Poso dan Morowali, Akar permasalahan dan Jalan keluarnya. Makalah seminar. Jakarta.
Sondeng, Usman. 2001. Menggali Akar Permasalahan Kasus Poso dan Formulasi Cara Penyelesaiannya, dengan Suplemen I & II. Palu.
Sinar Harapan edisi Kamis 23 Oktober 2003, Eskalasi Isu Picu Konflik Poso.

Website:
www.fakta.com
Susanto, Hari. Konflik Poso Tak Kunjung Selesai. Jakarta: P2E-LIPI www.kompas.com/kompascetak/0411/opini/ 13860003.htm
Sianturi, Eddy MT. Konflik poso dan resolusinya. Puslitbang strahan balitbang dephan. http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=14&mnorutisi=7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar